MAKALAH
ETIKA PROFESI SEORANG
INSINYUR TEKNIK MESIN
DiSusun Oleh :
FAKULTAS TENOLOGI INDUSTRU
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG
2014
ABSTRAK
Engineer is a profession that plays an
important role in the process of economic development, particularly in
developing the economic infrastructure in the era of industrialization and
information. This is important because many professions related to engineering
activities are guided by a philosophy that purpose alone, for the sake and for
"the benefit of mankind". As professionals in their field, then an
engineer should have the competence and professional engineering background
gained through a process of education and specialized training, and besides
that it also must have the spirit of devotion in carrying out an activity on
the basis of profession calls.
Referring to the definition and
understanding of the profession, (attitude) professionals, and (know)
professionalism; it seems clear that the scope of engineering-engineering
activities performed by the engineering profession by definition can be equated
with the professionalism of other activities such as doctors, lawyers, teachers
and so on. Engineering professionalism will be demonstrated through the
application of specialized skills as it has designed the curriculum of
engineering science (engineering) - strongly supported by the science of
mathematics, physics, chemistry and other basic knowledge of engineering - to
do the planning, design (design), construction , operation and maintenance of
products, processes, and system specific work in an effective, convenient,
safe, healthy and efficient in order to give the benefit of mankind.
In the application of expertise and
skill, an engineer will often engage in various activities that are not free
from conflicts of interest that could eventually undermine the values of
idealism and noble cause "for the benefit of mankind" that has been
formulated. As a profession that has a major responsibility for the benefit of
mankind, the application of expertise and the expertise of engineers it is
fitting to always heed the norms, culture, customs, morals and ethics that
apply universally. As with other professions, professional engineers, it was
time to organize themselves in a professional organization container (can be
general and / or specific) and simultaneously apply the norms of professional
ethics as teruang in the code of ethics to maintain the dignity, honor and / or
ethical faith-faith that must be adhered to by those who will apply the skills
and expertise. Departing from these interests, it is fitting also that the
substance on the ethics of the profession (engineering) is included in the
curriculum of higher education are included in this engineering curriculum of
Higher Education of Engineering / Technology. Its main purpose is to provide
understanding and the understanding of ethics, the profession and professional
ethics in all kinds of problems and its relevance with respect to the
application of skills and expertise in engineering practices.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan tinggi
sains-teknologi yang berkualitas global tidak lagi bisa diselenggarakan dengan
kurikulum ataupun metoda pengajaran yang “konvensional”, dan untuk itu harus
dilakukan perubahan-perbaikan untuk memenuhi standard lulusan yang memiliki
kompetensi/kualifikasi minimum yang dipersyaratkan oleh ABET 2000. Kemampuan
dasar yang menjadi acuan standard untuk menentukan kompetensi/kualifikasi
lulusan (insinyur) menurut ABET-Engineering Criteria 2000 seperti tersebut
diatas saat ini sudah disosialisasikan, diterapkan dan dikembangkan di Amerika
Serikat dan ada kecenderungan untuk selanjutnya akan ditetapkan sebagai acuan
internasional. Dari apa-apa yang telah diformulasikan dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya lulusan (alumnus) pendidikan tinggi sains-teknologi diharapkan
nantinya tidak saja memiliki kemampuan akademis dan profesi keteknikan
(insinyur) yang baik, tetapi juga memiliki wawasan dan kepekaan terhadap
masalah-masalah sosial-kemasyarakatan. Begitu juga seorang lulusan pendidikan
tinggi sains-teknologi diharapkan kelak akan mampu bersikap dan bertindak
selaku seorang profesional (kelompok sosial yang memiliki keahlian/kepakaran
khusus) yang dituntut untuk bertanggung-jawab dan selalu terikat dengan kode
etik profesinya.
Sebagai seorang
profesional, maka insinyur harus mampu mempertahankan idealisme yang menyatakan
bahwa keahlian profesi yang dikuasainya bukanlah sebuah komoditas yang hendak
diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah ataupun keuntungan, melainkan
sebuah kebajikan yang hendak diabadikan demi dan semata untuk kesejahteraan
umat manusia. Seorang insinyur harus memahami benar makna profesionalisme kalau
ingin dikatakan sebagai seorang profesional. Dalam hal ini profesionalisme
didefinisikan sebagai suatu paham yang mencitakan dilakukannya
kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian tinggi
dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk
menerima panggilan tersebut untuk dengan semangat pengabdian selalu siap
memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah
gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999). Hal ini perlu ditekankan benar untuk
membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk
mencari nafkah dan/atau kekayaan materiil-duniawi. Kalau toh didalam
“pengamalan” profesi yang dilakukan ternyata diperoleh semacam imbalan maupun
penghargaan berupa “honorarium”, maka hal itu haruslah dipandang sebagai
sekedar bentuk tanda kehormatan (honour) demi tegaknya kehormatan profesi yang
dimilikinya. Tanda kehormatan berupa honorarium ini jelas akan berbeda nilainya
dengan upah atau gaji yang hanya pantas diterimakan bagi seorang pekerja upahan
biasa. Sebagai anggota kelompok sosial berkeahlian, seorang insinyur harus
memiliki kebanggaan profesi dan berkewajiban untuk menerapkan kode etik profesi
untuk menjaga martabat, kehormatan, dan/atau itikad-itikad etis pada saat
mengamalkan keahlian serta kepakaran profesinya demi dan semata untuk “the
benefit of mankind”.
Siapakah atau kelompok
sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum
profesional yang seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai (kehormatan)
profesi dan statusnya yang begitu elitis itu? Apakah dalam hal ini profesi
keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok sosial
ini? Kedua pertanyaan ini tidaklah begitu mudah untuk dicarikan jawabannya.
Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai macam persoalan, praktek nyata
maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi
(insinyur) dilapangan yang jauh dari idealisme pengabdian maupun tegaknya nilai
kehormatan diri (profesi).
Teknologi ataupun ilmu
keteknikan (engineering) secara umum dapat dipahami sebagai ilmu terapan
(applied science) atau penerapan dari prinsip-prinsip keilmuan dasar
(mathematical and natural sciences) melalui penggunaan model dan teknologi
(hardware maupun software) untuk berbagai macam kebutuhan yang bermanfaat bagi
manusia. Kajian terhadap apa-apa yang dihasilkan oleh kepakaran “tukang”
insinyur ini haruslah mampu memberikan jawaban dan rekomendasi terhadap dua
pertanyaan yang menyangkut :
1. Apakah proses
penemuan dan pengembangan karya keinsinyuran tersebut sudah mengindahkan nilai
– nilai (moral dan norma) kemanusiaan ataukah justru mengabaikannya.
2. Penerapan
hasil karya keinsinyuran tersebut sebenarnya untuk apa, untuk siapa, dan bagaimana
cara pengoperasian dan penanggulangan terhadap kemungkinan terjadinya dampak
(negatif) yang ditimbulkannya ?
Banyak hal-hal yang akan memicu
kontroversi pada saat sebuah karya keinsinyuran sedang dicoba maupun pada saat
ingin diaplikasikan. Sebagai contoh, apakah dapat dibenarkan untuk mengadakan
percobaan baik yang bersifat “trial & error” maupun “scientific method”
dengan menugaskan manusia untuk menguji berbagai akibat dari perubahan
rancangan sistem kerja ataupun pengoperasian sebuah alat ? Bilamana manusia itu
sendiri bersedia untuk jadi “kelinci percobaan”, apakah permasalahan yang
kemudian muncul tidak akan tidak akan menjadi persoalan pelanggaran etika yang
kemudian menjadi bahan perdebatan yang berlarut-larut ?
B. Tujuan
Sesuai dengan kenyataan yang melatar
belakangi, resume ini bertujuan :
1. Untuk
mengetahui pengertian dan Etika, Etika Profesi dan profesionalisme
insinyur.
2. Untuk
mengetahui profesi dan profesionalisme seorang insinyur.
C. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang dan tujuan di
atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah arti
Etika, Etika Profesi, dan profesional.
2. Bagaimanakah
menjadi Insinyur yang profesional.
BAB II
PERMASALAHAN
Kata etik (atau etika)
berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak, kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut para ahli etika
tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku
manusia yang baik.
Kode etik adalah sistem
norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik
akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Istilah profesi telah
dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang
tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu
dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu
pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Adapun hal yang perlu
diperhatikan oleh para pelaksana profesi.
Berkaitan dengan bidang
pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlah perlu untuk menjaga profesi
dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Dengan kata
lain orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan
keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang
tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang seperti
pada penyalahgunaan profesi seseorang dibidang komputer misalnya pada kasus
kejahatan komputer yang berhasil mengcopy program komersial untuk
diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari hak pencipta atas program yang
dikomesikan itu. Sehingga perlu pemahaman atas etika profesi dengan memahami
kode etik profesi. Contoh penyalahgunaan profesi dalam bidang computer
contohnya penjahat berdasi yaitu orang-orang yang menyalahgunakan profesinya
dengan cara penipuan kartu kredit, cek, kejahatan dalam bidang komputer lainnya
yang biasa disebut Cracker dan bukan Hacker, sebab Hacker adalah Membangun
sedangkan Cracker Merusak. Hal ini terbukti bahwa Indonesia merupakan kejahatan
komputer di dunia diurutan 2 setelah Ukraine. Maka dari itu banyak orang yang
mempunyai profesi tetapi tidak tahu ataupun tidak sadar bahwa ada kode Etik
tertentu dalam profesi yang mereka miliki, dan mereka tidak lagi bertujuan
untuk menolong kepentingan masyarakat, tapi sebaliknya masyarakat merasa
dirugikan oleh orang yang menyalahgunakan profesi. Maka, Kesadaran itu penting
dan lebih penting lagi kesadaran itu timbul dari Diri kita masing - masing yang
sebentar lagi akan menjadi pelaksana profesi di bidang komputer disetiap tempat
kita bekerja, dan selalu memahami dengan baik atas Etika Profesi yang membangun
dan bukan untuk merugikan orang lain.
B.
Permasalahan Tanggung Jawab Moral
Dan Sosial Profesi Insinyur
Besarnya keinginan
untuk memecahkan persoalan-persoalan kehidupan manusia di era global dan
kebutuhan akan penemuan-penemuan yang mampu memberikan manfaat untuk mencari
solusi persoalan tersebut, merupakan kekuatan pendorong menuju ke pengembangan
teknologi modern. Hanya saja satu hal yang patut untuk disadari bahwasanya
sebuah temuan teknologi acapkali justru tidak hanya memberikan solusi positif
terhadap persoalan yang dihadapi, melainkan juga akan memberikan permasalahan
baru bagi keseimbangan alam dan kehidupan manusia. Karena banyak berkaitan
dengan kehidupan manusia itulah, maka teknologi seringkali dipertimbangkan
sebagai faktor penentu yang juga dominan didalam proses perubahan sosial.
Teknologi tidak hanya memiliki sifat “akumulatif”, tetapi seringkali pula
bersifat “multiplikatif” khususnya terkait dengan penemuan-penemuan teknologi
baru yang lain. Adakalanya dampak yang ditimbulkan oleh sebuah temuan teknologi
seringkali memerlukan “obat penawar” berupa penemuan-penemuan teknologi
selanjutnya.
Revolusi industri yang
berlangsung lebih dari dua abad yang lalu banyak membawa perubahan-perubahan
didalam banyak hal. Awal perubahan yang paling menyolok adalah dalam hal
diketemukannya rancang bangun (rekayasa/engineering) mesin uap sebagai sumber
energi untuk berproduksi, sehingga manusia tidak lagi tergantung pada energi
ototi ataupun energi alam; dan yang lebih penting lagi manusia bisa menggunakan
sumber energi tersebut dimanapun lokasi kegiatan produksi akan diselenggarakan.
Hal lain yang patut dicatat adalah diterapkannya rekayasa tentang tata cara
kerja (methods engineering) untuk meningkatkan produktivitas kerja yang lebih
efektif-efisien dengan menganalisa kerja sistem manusia-mesin sebagai sebuah
sistem produksi yang terintegrasi. Apa-apa yang telah dikerjakan oleh Taylor,
Gilbreth, Fayol, Gantt, Shewart, dan sebagainya telah menghasilkan paradigma
paradigma baru yang beranjak dari struktur ekonomi agraris bergerak menuju ke
struktur ekonomi produksi (industri). Demikian pula langkah-langkah yang telah
dilakukan oleh Taylor dan para pionir keilmuan teknik dan manajemen industri
lainnya itu (kebanyakan dari mereka justru berlatar - belakang insinyur) telah
membuka cakrawala baru dalam pengembangan dan penerapan sains-teknologi demi
kemaslahatan manusia. Dalam hal ini penerapan sains, teknologi serta ilmu-ilmu
keteknikan (engineering) tidak harus selalu terlibat dalam masalah-masalah yang
terkait dengan perancangan perangkat keras (hardware) berupa teknologi produk
maupun teknologi proses; akan tetapi juga ikut bertanggung-jawab dalam
persoalan-persoalan yang berkembang dalam perancangan perangkat teknologi
lainnya (software, organoware dan brainware), maupun bertanggung-jawab terhadap
segala macam dampak (lingkungan, sosial, dll) yang ditimbulkan sebagai akibat
pengembangan teknologi yang tidak hanya memberikan manfaat positif, melainkan
juga memberikan berbagai macam resiko negatif yang merusak lingkungan
(Vesilind, 1998).
Untuk mengantisipasi
problematik industri yang semakin luas dan kompleks tersebut, maka didalam
penyusunan kurikulum pendidikan tinggi sains-teknologi (tidak peduli program
studi ilmu keteknikan macam apa yang ingin ditawarkan) seharusnya tidak lagi
semata hanya memperhatikan arah perkembangan ilmu dan keahlian teknis
(engineering); melainkan juga harus dilengkapi dan diserasikan dengan ilmu-ilmu
lain yang memberikan wawasan maupun keterampilan (skill) yang berhubungan
dengan persoalan manusia, organisasi & manajemen industri, lingkungan serta
persoalan-persoalan praktis yang dihadapi oleh industri dalam aktivitas
rutin-nya sehari-hari. Arah perkembangan dan kemajuan di bidang sains-teknologi
memang perlu untuk senantiasa diikuti, akan tetapi yang juga tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana persoalan-persoalan industri seperti peningkatan
daya saing, perselisihan perburuhan, pencemaran lingkungan, rendahnya kualitas
sumber daya manusia, kelangkaan energi, restrukturisasi organisasi, analisa
finansial, dan sebagainya ikut dipikirkan serta dicarikan solusi pemecahannya.
Persoalan-persoalan semacam ini jelas harus bisa dijawab oleh manajemen dan
pengambil keputusan di lingkungan industri (yang banyak diantara mereka
memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknologi dan engineering). Untuk
menghadapi persoalan-persoalan yang kebanyakan lebih bersifat kualitatif dan
non-eksak semacam begini, jelas kurikulum pendidikan tinggi sains-teknologi
akan memerlukan “supplemen” berupa materi-materi yang berasal dari luar
kepakaran ilmu keteknikan (engineering) seperti hal-nya organisasi/manajemen
(industri), ekonomi (makro-mikro), bisnis, analisa finansial, psikologi
industri, ergonomi, kepemimpinan (leadership), etika (bisnis & profesi) dan
wawasan sosial-ekonomi lainnya.
Pendidikan tinggi
sains-teknologi tidak hanya diharapkan mampu menghasilkan lulusan dalam jumlah
yang dibutuhkan, akan tetapi juga harus mampu menghasilkan lulusan yang
berkualitas global, profesional dan memenuhi syarat-syarat kompetensi bekerja
yang dituntut oleh pasar tenaga kerja. Tantangan global menghadapkan dunia
pendidikan tinggi sains-teknologi agar mampu mengikuti dan menangkap arah
perkembangan sains-teknologi yang melaju begitu cepat, dan disisi lain harus
pula menghasilkan lulusan yang berdaya-saing tinggi dan memenuhi tuntutan
persyaratan maupun standard kompetensi kerja internasional. Langkah evaluasi
diri (melalui SWOT analysis), pemetaan posisi maupun “benchmarking” harus dan
penting untuk senantiasa dilakukan. Untuk langkah ini, maka dengan mengacu pada
“ABET-Engineering Criteria 2000” nampak bahwa lulusan perguruan tinggi
sains-teknologi (engineering) tidak saja harus menghasilkan lulusan yang
memiliki keahlian dan kepakaran di bidang keteknikan saja; tetapi juga harus
memiliki 11 (sebelas) kriteria profil mutu yang dipergunakan untuk mengukur
kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh para lulusan Perguruan Tinggi Teknik
berupa wawasan, pemahaman serta kemampuan baik yang berkaitan dengan
dasar-dasar ilmu keteknikan/engineering seperti matematika, fisika maupun basic
engineering sciences dan juga yang berdimensi diluar lingkup bidang ilmu
keteknikan yang berbasis pada attitude dan perilaku intelektual. Salah satunya
menyebutkan bahwa lulusan (alumni) haruslah memiliki pemahaman terhadap
tanggung jawab dan etika profesional.
Permasalahan menjadi
menarik pada saat Persatuan Insinyur Indonesia [2000] melakukan penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kesenjangan mutu dan
relevansi Sarjana Teknik (termasuk juga dalam hal ini Sarjana Pertanian) di
Industri, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan adanya 6 (enam) kesenjangan
yang cukup signifikan antara harapan serta persepsi masyarakat industri dan
bisnis dengan kompetensi lulusan Perguruan Tinggi Teknik yang memerlukan
prioritas untuk diperhatikan dan dicarikan solusi konkritnya, yaitu :
1. kemampuan
untuk berperan/berfungsi dalam tim kerja multi disiplin.
2. kemampuan
mengidentifikasikan, memformulasikan, dan memecah-kan masalah-masalah
engineering.
3. kesadaran
akan kebutuhan untuk memenuhinya dalam proses belajar sepanjang hayat.
4. kemampuan
berkomunikasi dengan efektif.
5. pemahaman
terhadap tanggung jawab dan etika profesional.
6. kemampuan
merancang suatu sistem, komponen, proses dan metode untuk memenuhi kebutuhan
yang diinginkan.
Mencermati hasil temuan tersebut, maka
keseluruhan kesenjangan yang terjadi lebih berbasis pada lemahnya attitude dan
perilaku intelektual daripada kemampuan teknis/enjinering. Kesimpulan yang bisa
ditarik dari hasil studi adalah diperlukannya pembenahan konsep, kurikulum
serta strategi proses pembelajaran untuk membentuk attitude berpikir dan
perilaku intelektual sedini mungkin (Tim Studi Pokja Program Profesi
Insinyur-PII, 2000).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika
Etika adalah Ilmu yang
membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami
oleh pikiran manusia.
Pengertian Etika (Etimologi), berasal
dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang
merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin-dari hal-hal tindakan
yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam
kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku.
B.
Pengertian Etika Profesi
Etika profesi menurut
keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan
untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh
ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas
berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah system norma,
nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode
etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar
professional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
professional.
C.
Pengertian professionalisme
dan Professional
Profesionalisme didefinisikan
sebagai suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja
tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian tinggi dan berdasarkan rasa
keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut
untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan
kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan
(Wignjosoebroto, 1999).
Ciri-ciri profesionalisme yaitu :
1. Punya
ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan
peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan
dengan bidang tadi
2. Punya
ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka
di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan
3. Punya
sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi
perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4. Punya
sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang
terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
sedangkan Profesional adalah orang yang
mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu
dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah
seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan
terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang
lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau
untuk mengisi waktu luang.
D.
Etika Profesi Seorang Insinyur
Sebagai insinyur untuk
membantu pelaksana sebagai seseorang yang professional dibidang keteknikan
supaya tidak dapat merusak etika profesi diperlukan sarana untuk mengatur
profesi sebagai seorang professional dibidangnya berupa kode etik profesi. Ada
tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi tersebut.
1. Kode
etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi,
pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang
tidak boleh dilakukan
2. Kode
etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan
kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi,
sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja
(kalanggan social).
3. Kode
etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa
para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak
boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Tanggung jawab profesi yang lebih
spesifik seorang professional diantaranya:
1. Mencapai
kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses maupun produk hasil
kerja profesional.
2. Menjaga
kompetensi sebagai profesional.
3. Mengetahui
dan menghormati adanya hukum yang berhubungan dengan kerja yang profesional.
4. Menghormati
perjanjian, persetujuan, dan menunjukkan tanggung jawab.
Di Indonesia dalam hal kode etik telah
diatur termasuk kode etik sebagai seorang insinyur yang disebut kode etik
insinyur Indonesia dalam “catur karsa sapta dharma insinyur Indonesia. Dalam
kode etik insinyur terdapat prinsip-prinsip dasar yaitu:
1. Mengutamakan
keluhuran budi.
2. Menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.
3. Bekerja
secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
4. Meningkatkan
kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran
Tuntutan sikap yang harus dijalankan
oleh seorang insinyur yang menjunjung tinggi kode etik seorang insinyur yang
professional yaitu:
1. Insinyur
Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
Masyarakat.
2. Insinyur
Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
3. Insinyur
Indinesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Insinyur
Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam
tanggung jawab tugasnya.
5. Insinyur
Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan
masing-masing.
6. Insinyur
Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat
profesi.
7. Insinyur
Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya
Accreditation Board for Engineering and
Technology (ABET) sendiri secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi
yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti
betul karakteristik etika profesi keinsinyuran dan penerapannya. Dengan
persyaratan ini, ABET menghendaki setiap mahasiswa teknik harus betul-betul
memahami etika profesi, kode etik profesi dan permasalahan yang timbul
diseputar profesi yang akan mereka tekuni nantinya; sebelum mereka nantinya
terlanjur melakukan kesalahan ataupun melanggar etika profesi-nya. Langkah ini
akan menempatkan etika profesi sebagai “preventive ethics” yang akan
menghindarkan segala macam tindakan yang memiliki resiko dan konsekuensi yang
serius dari penerapan keahlian profesional.
Insinyur adalah sebuah profesi yang
penting didalam pelaksanaan pembangunan industri nasional, karena banyak
berhubungan dengan aktivitas perancangan maupun perekayasaan yang ditujukan
semata dan demi kemanfaatan bagi manusia. Dengan mengacu pada pengertian dan
pemahaman mengenai profesi, (sikap) professional dan (paham) profesionalisme;
maka nampak jelas kalau ruang lingkup keinsinyuran per definisi bisa disejajarkan
dengan profesi- profesi yang lain seperti dokter, pengacara, psikolog, aristek
dan sebagainya. Acapkali pula dijumpai didalam proses penerapan kepakaran dan
keahliannya, seorang insinyur (tanpa terkecuali insinyur teknik industri) akan
terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang harus dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip komersial dan mengarah untuk memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya. Namun demikian, sebagai sebuah profesi yang memiliki
idealisme dan tanggung jawab besar bagi kemaslahatan manusia; maka didalam
penerapan kepakaran dan keahlian insinyur tersebut haruslah tetap mengindahkan
norma, budaya, adat, moral dan etika yang berlaku.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Insinyur adalah sebuah
profesi yang penting didalam pelaksanaan pembangunan industri nasional, karena
banyak berhubungan dengan aktivitas perancangan maupun perekayasaan yang
ditujukan semata dan demi kemanfaatan bagi manusia. Dengan mengacu pada pengertian
dan pemahaman mengenai profesi, (sikap) professional dan (paham)
profesionalisme; maka nampak jelas kalau ruang lingkup keinsinyuran perdefinisi
bisa disejajarkan dengan profesi- profesi yang lain seperti dokter, pengacara,
psikolog, aristek dan sebagainya. Acapkali pula dijumpai didalam proses
penerapan kepakaran dan keahliannya, seorang insinyur (tanpa terkecuali
insinyur teknik industri) akan terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang
harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip komersial dan mengarah untuk
memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun demikian, sebagai sebuah
profesi yang memiliki idealisme dan tanggung jawab besar bagi kemaslahatan
manusia; maka didalam penerapan kepakaran dan keahlian insinyur tersebut
haruslah tetap mengindahkan norma, budaya, adat, moral dan etika yang berlaku.
Seperti halnya dengan
profesi-profesi lainnya (yang terlebih dahulu sudah menerapkan norma-norma
keprofesiannya); sudah saatnya profesi insinyur menata-dirinya dalam sebuah
wadah profesi --- bisa bersifat umum ataupun spesifik (spesialistik) tergantung
pada kompetensi dasarnya --- dan sekaligus menerapkan norma-norma etika profesi
seperti yang tertuang dalam kode etik profesi untuk menjaga martabat,
kehormatan, dan/atau itikad-itikad etis yang harus ditaati oleh mereka yang
akan menerapkan keahlian dan kepakarannya. Untuk itu perlu diusulkan agar
didalam kurikulum pendidikan tinggi teknologi --- terserah apakah diberikan
dalam sebuah mata kuliah khusus (etika profesi) ataukah disinggung subtansinya
didalam mata kuliah yang sudah ada (konsep teknologi, penghantar teknik
industri, atau lainnya) --- perlu diberikan pengertian dan pemahaman mengenai
etika, profesi dan etika profesi dengan segala macam permasalahan serta
relevansinya (studi kasus) berkenaan dengan penerapan keahlian dan kepakaran
dalam praktek-praktek bisnis dan/atau rekayasa keinsinyuran.
B.
SARAN
Demikianlah
laporan sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila
masih banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bennett,
F. Lawrence. The Management of Engineering: Human, Quality,
Organization, Legal,
and Ethical Aspects of Professional Practice. New
York: John Wiley & Sons, Inc., 1996.
[2] Fleddermann,
Charles B. Engineering Ethics. Upper Saddle River, NJ. : Prentice
Hall – Engineering
Source, 1999.
[3] Whitbeck,
Caroline. Ethics in Engineering Practice and Research. Cambridge :
Cambridge
University Press, 1998.
[4] Wignjosoebroto,
Soetandyo. Profesi, Profesionalisme dan Etika Profesi. Makalah
disajikan dalam
diskusi tentang profesionalisme hukum (notariat) di Fakultas
Hukum Universitas Airlangga – Surabaya,
1999.
[5] Wignjosoebroto,
Sritomo. Etika Profesional: Pengamalan dan Permasalahan. Makalah
disampaikan dalam acara diskusi “Perspektif Pembangunan Daya saing Global
Tenaga Kerja
Profesional”, Badan Kejuruan Mesin – Persatuan Insinyur Indonesia,
tanggal 1 Desember 1999
di Jakarta.
[6] Wignjosoebroto,
Sritomo. Manusia, Sains-Teknologi dan Etika Profesi. Makalah
disampaikan
dalam acara Semiloka Nasional „Peningkatan Peran Studi Sosial dan
Humaniora di Perguruan Tinggi
Teknologi”, Jurusan MKU-MIPA, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember pada tanggal 6 Nopember
2000 di Kampus ITS-Surabaya.
[7] Wignjosoebroto,
Sritomo. Business & Professional Ethics. Modul Pelatihan
Program Profesi Insinyur,
Persatuan Insinyur Indonesia (PII), 2000.